Pemilukada akhir –akhir ini lagi semaraknya, pada khususnya di Sumatera selatan. Kenapa demikian? Karena dapat kita lihat disepanjang jalan banyaknya pamplet, spanduk, stiker dari salah satu calon untuk meraih simpati dari masyarakat agar ketika pemilukada berjalan calon tersebut dapat meraih suara lebih banyak daripada lawan politik lainnya.
Yang menjadi pertanyaan kita semua apakah benar –benar serius para elit politik tersebut untuk membangun negeri atau didaerahnya ataukah hanya akal –akalan mereka untuk meraih simpati dari masyarakat dengan mengkampanyekan isu –isu yang sedang hangat dari masyarakat, akan tetapi sesudah itu telah meraih kekuasaaan masyarakat lalu ditinggalkan, dengan kebijakan – kebijakannya yang tidak berpihak kepada rakyat? Hal ini sudah terbukti dengan pemilu tahun 2004 kemarin dimana pada waktu kampanye para capres menjanjikan dan mengutamakan kepentingannya rakyat akan tetapi setelah terpilih tidak ada sama sekali kebijakan –kebijakannya berpihak kepada rakyat dimana dalam bidang ekonomi harga BBM naik, sembako naik yang menyebabkan banyaknya penduduk Indonesia yang busung lapar dimana dapat kita ambil contoh dimakassar, seorang ibu yang sedaang hamil 7bulan dan anaknya berusia 5tahun meninggal karena kelaparan, di temanggung, jawa tengah 299anak menderita gizi buruk akut dsbnya, dalam bidang pendidikan pun adanya kebijakan yaitu menjadikan universitas sebagai BHP dimana nanti orang miskin dilarang sekolah dan banyak lagi, dibidang hokum banyaknya pesoalan hokum yang diselesaikan melalui uang, banyak persoalan korupsi baik itu ditingkat atas maupun bawah dsb . Sehingga tidak mengherankan jika reformasi hanya jadi “momennya para elit untuk berpesta”. Rakyat hanya diposisikan sebagai pemberi legitimasi kepada mereka, sebagaimana amanat demokrasi. Dengan kata lain, rakyat hanya dibutuhkan untuk hadir di tempat pemungutan suara (TPS) guna mencoblos si A disetiap pemilukada.
Melihat realita yang ada tersebut kita jadi bertanya –tanya masih adakah dikepala para politisi negeri ini sedikit komitmen ideologis yang tersisa selain akal –akalan meraih kekuasaan dengan cara –cara pragmatis? Mau dibawa kemanakah gerangan bangsa ini? Apakah dunia politik kita sudah sedemekian kronis dan kritisnya sehingga harus mengorbankan nilai –nilai idealisme untuk meraih tata kekuasaan? Atau apakah rakyat kita memang masih selalu diposisikan sekumpulan manusia yng bodoh sehingga para elit tak peduli apa partainya : nasionalis, islamis, liberalis, ataupun sosialis seolah memiliki pandangan dan kesimpulan yang sama secara berjamaah tentang hipotesis “popularitas” mengungguli “kualitas”, atau kualitas mengungguli isi? Kemana nilai –nilai agama, filsafat, ataupun budaya yang mereka dengungkan selama ini? Kalau demekian halnya, sampai kapan rakyat akan dibiarkan tetap bodoh tenggelam dalam pembodohan politik ini? Tidak ada lagikah cara bertindak dan logika berfikir yang lebih jernih dan manusiawi untuk mengangkat taraf berfikir masyarakat kearah pencerahan dalam pembelajaran politik yang bersih dinegeri ini? Atau masih adakah politik yang bersih dinegeri ini diluar logika kalah –menang, untung –rugi, dan maslahat atau tidak maslahat?. Saatnyalah kita sebagai masyarakat untuk melakukan suatu bentuk perubahan melihat persoalan bangsa yang ada saat ini, karena permasalahan yang ada saat ini karena diterapkannya suatu system demokrasi liberal dimana yang senyata –nyatanya tidak membawa perubahan bangsa, walaupun nantinya berganti pemimpin tetap saja tidak mampu mengubah nasib bangsa saat ini.
Nurkholish AL HakimMahasiswa HUKUM UNSRIKadept PPSDM IKMS UNSRI
I
Read Full Post »